HIMA IF

Kesehatan Mental Mahasiswa Informatika: Antara Tekanan Akademik dan Tantangan Era Digital
Pendahuluan
Kesehatan mental mahasiswa menjadi isu penting di era modern, terutama bagi mereka yang menempuh pendidikan di bidang informatika. Jurusan ini menuntut mahasiswa untuk memahami materi yang kompleks, menguasai keterampilan teknis terbaru, serta mampu beradaptasi dengan perubahan teknologi yang sangat cepat. Tidak jarang mahasiswa informatika mengalami tekanan tinggi dari tugas akademik, proyek besar, hingga ekspektasi lingkungan akademik maupun sosial.
Data dari Kementerian Kesehatan RI (2023) menunjukkan bahwa sekitar 6,1% penduduk usia 15 tahun ke atas mengalami gangguan mental emosional. Hal ini menempatkan mahasiswa pada kelompok yang rentan terhadap masalah psikologis. Lebih khusus lagi, mahasiswa informatika menghadapi tantangan unik yang membuat mereka rentan terhadap stres dan burnout, mirip dengan kondisi yang dialami oleh para profesional di bidang software engineering.
Pembahasan
1. Konteks Isu
Mahasiswa informatika sering menghadapi beban akademik yang berat. Proyek pemrograman, penelitian berbasis teknologi, hingga lomba-lomba akademik menciptakan atmosfer penuh tekanan. Selain itu, media sosial memperkuat fenomena social comparison ketika mahasiswa membandingkan dirinya dengan pencapaian orang lain, sehingga memperbesar potensi munculnya rasa cemas dan rendah diri.
Geasela et al. (2023) dalam penelitiannya menemukan bahwa sebagian besar mahasiswa yang mengalami masalah kesehatan mental justru tidak mencari bantuan profesional. Temuan ini menunjukkan adanya hambatan akses dan stigma yang masih kuat di kalangan mahasiswa Indonesia. Dengan kata lain, selain faktor penyebab, rendahnya perilaku mencari bantuan juga memperparah kondisi kesehatan mental mahasiswa.
2. Analisis & Argumentasi
Tulili, Capiluppi, dan Rastogi (2023) dalam studi Burnout in Software Engineering: A Systematic Mapping Study menegaskan bahwa burnout pada software engineer dipengaruhi oleh tiga faktor besar: (1) faktor proyek/organisasi seperti deadline ketat dan beban kerja berlebih, (2) faktor individu seperti kelelahan emosional dan stres personal, serta (3) faktor lingkungan berupa kurangnya dukungan sosial.
Pola yang sama terjadi pada mahasiswa informatika. Deadline tugas besar, kompleksitas pemahaman algoritma dan sistem, serta minimnya dukungan sosial dari lingkungan sekitar menjadikan mahasiswa rentan mengalami burnout. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa mahasiswa informatika sudah mengalami dinamika psikologis yang serupa dengan profesional IT, meski masih berada di lingkungan akademik.
3. Dampak & Implikasi
Burnout memiliki dampak serius. Studi Tulili et al. (2023) menunjukkan bahwa burnout menurunkan produktivitas, kualitas hasil kerja, dan motivasi jangka panjang. Jika ditarik ke konteks mahasiswa, hal ini berarti penurunan nilai akademik, keterlambatan kelulusan, bahkan risiko dropout.
Selain itu, penelitian Geasela et al. (2023) menyoroti fakta bahwa banyak mahasiswa tidak mencari bantuan meskipun mengalami masalah mental. Hal ini bisa memperburuk dampak negatif, karena masalah psikologis tidak tertangani dengan baik. Implikasinya, kualitas lulusan informatika dapat menurun, baik dari sisi kompetensi teknis maupun ketahanan mental.
4. Solusi / Rekomendasi
Beberapa strategi yang dapat diterapkan untuk menjaga kesehatan mental mahasiswa
informatika adalah:
- Manajemen Waktu: Menggunakan teknik seperti Pomodoro atau Kanban Board
untuk mengurangi stres akibat deadline. - Budaya Organisasi Sehat: Himpunan mahasiswa harus menumbuhkan budaya
saling mendukung dan menghindari glorifikasi begadang. - Layanan Konseling: Kampus perlu memperkuat unit konseling yang mudah
diakses, serta melawan stigma negatif terkait bantuan psikologis. - Pemanfaatan Teknologi: Platform digital dapat digunakan untuk menyediakan
akses konseling daring atau komunitas dukungan mental berbasis peer-support.
Kesimpulan
Kesehatan mental mahasiswa informatika adalah isu yang tidak bisa diabaikan. Tekanan akademik, kompleksitas materi, serta tantangan era digital berpotensi memicu burnout dengan dampak serius pada performa akademik maupun kualitas lulusan. Studi Tulili et al. (2023) memperlihatkan bahwa pola burnout pada profesional IT juga dialami mahasiswa informatika, sementara Geasela et al. (2023) menunjukkan rendahnya perilaku mencari bantuan memperparah kondisi tersebut. Oleh karena itu, langkah pencegahan harus dilakukan sejak dini melalui manajemen waktu, dukungan organisasi mahasiswa, kebijakan kampus yang peduli, dan pemanfaatan teknologi secara positif.
Referensi / Sumber
- Tulili, T. R., Capiluppi, A., & Rastogi, A. (2023). Burnout in Software Engineering:
A Systematic Mapping Study. Information and Software Technology, 151,
106996. - Geasela, Y. M., Marpaung, M. A., & Anggraeni, F. (2023). Analysis of Student
Mental Health Dataset Using Mining Techniques. Journal of Computer Science,
20(1), 121– 128 - Kementerian Kesehatan RI. (2023). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta:
Kemenkes RI.
Penulis
Nama : Raflee Caesar Dano Malik
Divisi : Ekstrakampus
